Jumat, Mei 25, 2012

A “Cantengan” Surgery

Selama dua minggu, gue mengalami cantengan di tempat yang tidak sewajarnya, yaitu telunjuk kanan..

Angga sama Vivi ketawa-ketawa ngece ngeliat kepanikan gue ini, maklum, cantengan ini merupakan kejadian pertama seumur hidup.. Untung saja ada piaraan temen baik gue, Thomas yang kayanya cukup expert di dunia percantengan. 

“Nek wong Jawa nyebut iki kamikakon.. Nanti bakal terus gede, Hans, terus dalemnya isi ada nanah (sambil dipencet-pencet).. Biarin aja sampek mateng, baru nanti ditusuk..”

Bukannya jadi percaya, tapi gue malah semakin curiga, mungkin sangking expert-nya dia juga pernah cantengan di otak..

Otomatis, kesibukan sehari-hari gue menulis laporan praktikum sangat terganggu karena cantengan ini.. Penyebab awal cantengan ini cuma gara-gara ngegunting kuku kecil yang suka nongol di pinggir (siset) sampe luka dan infeksi nanah masuk ke dalam kuku.. *krauk

Setelah lama dibiarkan dan tak kunjung sembuh maka atas dorongan keluarga dan teman-teman kampus, cantengan yang gue kira penyakit konyol ini, terpaksa harus gue bawa ke Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta..

Sebelum berangkat, gue daftar dulu untuk antrean praktik dokter kulit via telepon.. Sekali lagi setibanya disana, gue tanya ke pendaftaran apakah benar cantengan ini harus ditangani dokter kulit.. Mas-nya, yang agak mirip Raul Lemos, menanggapi..

“Wah, ini sih biasanya ke bedah umum, dek.."

Gue menguatkan hati sambil masih gak percaya harus pegang antrian praktik dokter bedah.. Kata bedah sangat akrab dengan istilah : pisau, bius, darah, kain putih.. Berusaha positif thinking seperti yang dibilang Thomas : dilihat, ditusuk, dan BERES..

Di depan ruangannya, gue duduk nunggu hampir tiga jam.. Setiap pasien yang masuk dan keluar, selalu ada yang diperban hypafix atau minimal hansaplast (mampus).. Mengisi waktu luang, ya potret-potret dulu lah..


Barang bukti sebelom diperiksa dokter (foto ini diambil setelah mengurungkan niat "pose kamera dari atas dengan satu jari nempel depan mulut")

Sekitar setengah enam sore, nama gue dipanggil sama susternya.. Oke, melangkah mantap dengan pikiran positif (lagi) : dilihat, ditusuk, RAMPUNG!!

Saat ditunjukkan, dokternya kaget karena cantengan biasanya di kaki.. Gak lama, dokternya langsung menanggapi..

Dokter : "Wah, ini sih harus operasi.."

Gue : "HAH? Operasi?" (untuk yang kedua kalinya, gue menguatkan hati)

Dokter : "Mau hari ini atau besok? Semuanya kalo di total, habis 450 ribu.."

Operasi ini dibilang operasi kecil karena cuma dibius lokal di bagian yang mau dibedah.. Tapi tetep ada surat yang harus di tanda tanganin, seperti operasi pada umumnya.. Gue mutusin operasi sore itu juga, alesan pertama pengen cepet sembuh dan yang kedua, gak pengen terlalu banyak pikiran atau sampai ketakutan kalo ditunda-tunda besok..

 ***

Suster menyuruh gue menunggu diluar dulu karena operasi dilakukan setelah semua pasien selesai dilayani.. Pas itu gue telpon Papa minta ijin buat operasi dan Papa memberikan restu (ya, kalimat barusan emang cukup lebay).. Gue gak galau dan gak berencana setel lagu butiran debu.. Gue cuma kepikiran sama mencit yang gue suntik di praktikum Farmakologi persis kemarin dan sekarang kejadiannya malah terbalik..

"Sakit ga ya, dok?", tanya gue pas baru berbaring di ranjang..

"Cuma sakit pas dibius aja.."

Dokternya gak bilang sebelumnya kalo harus disuntik bius dua kali, ya mungkin biar jadi surprise (nangis bombay).. Ditunggu sampai terasa baal sambil ngobrol-ngobrol  dan dijelasin rencana operasi cantengan ini.. Karena infeksi udah masuk sampai ke dalam kuku, jadi kuku tadi harus dipotong setengah (aja) searah dengan jalur tumbuhnya.. Baru setelah itu, bagian yang bengkak bakal di-sodet buat ngeluarin nanah.. 

Dokter : "Wiih, ini nanah-nya keluar banyak, mau liat gak?
Gue : "engga dok, ENGGAK." 

Ya pas operasi, sama sekali gue gak berani liat luka dan darah-darahnya karena malem ini masih pengen makan dengan enak.. Dokternya pamit duluan, selanjutnya giliran si suster yang bersihin luka sama pasang perban.. 

Suster : "Mas-nya kesini sendirian?"
Gue : "Iya sus.."
Suster : "Nanti gimana pulangnya, bisa bawa motor sendiri?"
Gue : "Ya, saya juga gak kepikiran sampe harus kaya gini sus.."

Sore itu, pas ada rapat kegiatan Desa Mitra di kampus dan Thomas dkk pindahan ke kost barunya.. Setelah bayar dan nebus obat, gue agak sangsi bisa pulang bawa motor sampai ke Monjali.. Eh, ternyata bisa juga sampe Paingan, ikut rapat di kampus sama perayaan pindahan kost temen.. 

"Tom, emang sih operasinya lancar-lancar aja, tapi tadi bisa lupa buat doa dulu.."

"Yo, mengko dungo sek di kost karo cah-cah, buat selametan kost juga.."  

Sekali di awal-awal, perban harus diganti di rumah sakit, tapi setelah itu bisa ganti sendiri pake hypafix dan kasa.. Luka juga gak boleh basah, jadi saat mandi tangan gue bungkus pake plastik dikaretin satu (kalo karet dua nanti disangka nasi goreng pedes).. Sebelum kepikiran ide pintar ini, gue mandi megang selang di tangan kiri sambil telunjuk kanan gue angkat ke atas.. Sumpah, posisi siap-siap mau dangdutan..

Beberapa hari setelah operasi, masih kesulitan buat ngupil 

Sekarang lukanya udah kering dan karena kukunya cuma dipotong setengah, mungkin akan tumbuh balapan dengan sebelahnya..

***

8 Mei kemarin gue operasi, dan sebelumnya selalu muncul pertanyaan yang sama : Kok harus secepat ini? Kemudian berlanjut pada pemikiran : Hari ini gak direncanain mau operasi di Panti Rapih.. Sama seperti bulan Oktober lalu, gue juga kepikiran : Senin ini harusnya praktikum Farfis, gak ada rencana mau melayat ke makam Boni..

Selalu disuguhkan hal menarik dalam kehidupan, bukan seperti peak parasetamol yang bisa diprediksi muncul pada waktu retensi tertentu.. Dalam hidup selalu ada kejutan-kejutan yang menyenangkan tapi kadang bikin kita sedih sampai sulit untuk dipercaya.. 

Karena hidup, ya harus dihidupi..